Murid saya Dita (bukan nama sebenarnya) melahirkan putra pertamanya di Jerman. Ia harus melahirkan di Jerman karena pada waktu itu sedang studi di sana. Oleh karena itu suaminya, Dion (bukan nama sebenarnya), juga ikut tinggal di Jerman.
Keduanya kursus privat bahasa Jerman pada saya karena mereka ingin kembali belajar bahasa Jerman. Sudah lama mereka tidak lagi berbicara bahasa Jerman.
Dita dan Dion adalah orang Batak. Suku Batak atau Tapanuli berasal dari Sumatera Utara. Suku Tapanuli memiliki marga dan anak-anak otomatis memakai marga dari ayah mereka.
Seorang wanita Tapanuli yang menikahi pria Tapanuli otomatis akan memakai marga suaminya. Seorang pria Tapanuli yang menikahi seorang wanita Tapanuli tetap memakai marganya sendiri.
Ada peristiwa yang menarik. Ketika Dita melahirkan bayinya, pihak rumah sakit menanyakan rencana Dita untuk memberikan marganya sendiri kepada bayinya. Dita heran. Ini hal baru baginya. Sebelumnya ia tidak pernah tahu akan adanya pilihan memberi marga pada bayi. Sebagai seorang wanita Tapanuli ia otomatis berpikir bahwa bayinya otomatis memakai marga Dion.
Ketika Dion mendengar hal ini, ia marah. Ia menjelaskan pihak rumah sakit bahwa suku Batak / Tapanuli otomatis memakai marga dari ayah.
Ternyata di Jerman seorang bayi adalah milik ibunya, bukan ayahnya. Ibunyalah yang memutuskan marga yang akan dipakai sang bayi. Indah :-)
Kembali ke teks 17: "ueber", "an...vorbei". Aduh, Yang Mana, Nih?
No comments:
Post a Comment