Do you need to take German course privately? Frau Sihombing unterrichtet Deutsch.

Please contact Ms Juita Sihombing 0856 9120 7788 and she will be there for you. (Jakarta, Indonesia)

Monday, 7 December 2015

Dua Jam Bersama Prof. Hess-Luettich




Universitas Bern
Sambil membaca saya menunggu kedatangan pak profesor di lobby. Beliau masih dalam perjalanan.

Beberapa saat kemudian ada beberapa orang datang ke lobby. Di antara mereka ada seorang Eropa. Ia melihat saya dan saya juga melihatnya. Kemudian ia tersenyum dan menyebut nama saya. Mengertilah saya bahwa beliaulah profesor yang sedang saya tunggu. Senang rasanya karena pak profesor dapat langsung mengenali saya. Padahal sebelumnya kami belum pernah berjumpa. :-)

Saya berdiri dan menjabat tangan pak profesor. Kami berbincang-bincang sebentar. Kemudian beliau mengundang saya makan malam. Oh, beliau baik sekali. Saya tidak menyangka. Lalu kami pergi ke restoran di sebelah kanan lobby.



Kami bercakap-cakap mengenai beberapa tema yang menarik. Pak profesor kemudian memberi saya sebuah hadiah yaitu sebotol minyak kayu putih dari Pulau Buru. Saya senang sekali. Acara makan malam bersama pak profesor memang menyenangkan, tetapi waktu berjalan terus, suatu saat orang harus berhenti. Kami harus melanjutkan hidup kami masing-masing. Pak profesor harus melanjutkan perjalanan ke India pada keesokan harinya. Di sana beliau juga akan memberi kuliah. Lagi-lagi penerbangan yang lama! Di Jakarta pak profesor hanya sebentar karena pesawatnya memang harus transit. Sebelumnya beliau telah memberi kuliah di 2 kota di Indonesia.




Saya kenal Prof. em. Dr. Dr. Dr. h.c. Ernest W.B. Heß-Lüttich sejak 2003. Waktu itu saya ingin mengajukan diri untuk mendapatkan beasiswa dari Swiss dan saya memerlukan konfirmasi dari sebuah universitas yang diakui di Swiss, bahwa saya telah diterima di universitas tersebut. Konfirmasi ini saya dapat dari Prof. Hess-Luettich, Jurusan Studi Jerman, Universitas Bern. Berkat konfirmasi dari beliau maka saya dapat mengajukan diri untuk mendapatkan beasiswa tsb.



Berikut kutipan email beliau yang pertama tertanggal 8. Oktober 2003:







Yth. Ibu Sihombing Purnama-Juita:



Saya mohon pengertiannya karena saya terlambat membalas surat Anda, tetapi saya baru hari ini tiba kembali di Bern sehabis menghadiri konferensi di Brazil. ... 



Dari surat Anda saya menyimpulkan bahwa Anda berminat untuk studi di Jurusan yang saya pimpin. ...





Beliau baik sekali. :-)



Swiss memang memberi beasiswa dalam jumlah yang terbatas sekaligus untuk banyak negara di Asia. Jadi, tidak ada beasiswa khusus hanya untuk Indonesia. Begitulah kata pegawai wanita di Kedubes Swiss pada saya waktu itu. Beda dengan Jerman. DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst / Lembaga Pertukaran Tenaga Akademis Jerman) Jakarta ada memang untuk Indonesia



Berikut kutipan surat penolakan dari Swiss:




Bern, 26.3.2004



Yth. Ibu Sihombing



Beberapa waktu yang lalu Anda telah mengajukan diri untuk mendapatkan beasiswa dari Konfederasi Swiss. ...



Komisi Beasiswa Federal terpaksa melakukan seleksi ketat karena banyaknya jumlah pencalonan yang masuk, yang jadi melebihi beasiswa yang ditawarkan. Hal ini mengakibatkan banyaknya pencalonan yang baik tidak dapat dipertimbangkan.


Sayangnya kami harus memberitahukan pada Anda, bahwa Komisi Beasiswa ini tidak memberi beasiswa untuk Anda. ...




Ini menyedihkan. Saya mau sebenarnya menjadi dosen di sebuah universitas. Tapi saya membutuhkan beasiswa supaya saya dapat studi pasca sarjana dan kemudian dapat bekerja di universitas. Namun sulit untuk memperoleh beasiswa. Sebaliknya ada orang-orang yang tidak bersyukur. Mereka sudah mendapatkan beasiswa, sehingga dapat studi lanjut di Jerman. Tetapi mereka tidak kembali ke kampus di Indonesia. Mereka menikah dengan orang Jerman dan tinggal di sana.



Setahu saya, sumber dana untuk program beasiswa Jerman antara lain adalah pajak yang dibayar orang Jerman pada negaranya. Seorang teman saya, orang Jerman, bercerita pada saya, bahwa dia dapat hanya menikmati setengah dari gajinya, karena yang setengah lagi dipotong pajak.



Mungkin sistemnya harus diperbaiki. Siapa yang menerima beasiswa, tapi pada akhirnya menyia-nyiakan beasiswa tersebut, harus membayar kembali uang yang sudah sempat mereka pakai kepada pemberi beasiswa. Tentu pemberi beasiswa mempunyai tujuan yang baik dalam menyumbangkan beasiswa, yaitu untuk menolong negara “miskin” seperti Indonesia. (Saya katakan ‘miskin”, tetapi nyatanya banyak orang kaya di Indonesia)



Sistem seperti disebut di atas diberlakukan oleh POLRI dan TNI. Tetapi sekarang saya tidak tahu lagi, apakah program beasiswa dari kedua instansi itu masih ada.

Sewaktu saya masih kuliah di semester akhir di Universitas Indonesia, saya pernah mengajukan diri untuk mendapatkan beasiswa dari POLRI & TNI. Kedua instansi ini dulu masih digabung dan bernama ABRI.


ABRI mewajibkan penerima beasiswanya untuk bekerja di ABRI minimum 10 tahun. Program beasiswa ini bernama PSDP / Perwira Sukarela Dinas Pendek. Setelah 10 tahun penerima beasiswa ini bebas. Mereka boleh tetap bekerja di ABRI atau keluar dari ABRI. Jika penerima beasiswa keluar dari ABRI dalam waktu kurang dari 10 tahun, mereka harus mengembalikan uang negara!! Begitu baru adil. Saya setuju.

Demikianlah, saya bukan seorang profesor di Jurusan Jerman manapun di universitas manapun, mungkin tidak akan pernah jadi seorang profesor. :-( ; tetapi saya gembira, bahwa akhirnya pada bulan November 2015 saya dapat berkenalan secara pribadi dengan pak profesor, mantan calon pembimbing tesis saya. Dan saya juga senang bekerja sebagai guru les privat Bahasa Jerman. Jam kerja yang fleksibel, tidak ada tekanan dari atasan yang tidak adil misalnya dan rekan kerja yang jahat misalnya. ;-)

Apakah kami, saya dan pak profesor, masih bisa berjumpa lagi, hanya Tuhanlah yang tahu. :-)


Saudara telah membaca teks ke 42
Silakan baca teks 43: Sepertinya Akan Ada Badai


 

No comments: