Do you need to take German course privately? Frau Sihombing unterrichtet Deutsch.

Please contact Ms Juita Sihombing 0856 9120 7788 and she will be there for you. (Jakarta, Indonesia)

Saturday, 28 October 2017

Masalah Terjemahan (2): Lagu “Ich Habe nun den Grund Gefunden” dari Kidung Jemaat No. 38




Selalu menarik menemukan teks asli dari suatu lagu terjemahan, sebab saya dapat membandingkannya kemudian. Tentu saja saya menghargai si penerjemah yang telah susah payah dalam mencapai hasil terjemahan terbaik. Jadi saya tidak ingin mengkritik atau menilai terjemahannya. Apalagi ini sebuah lagu. Sungguh tidak mudah menerjemahkan sebuah lagu. Dengan menerjemahkan Anda bertanggung-jawab menyampaikan pesan dari si pengarang kepada pembaca yang memiliki bahasa yang berbeda dari si pengarang. Terjemahan adalah jembatan yang menghubungkan seorang pengarang dengan pembaca yang demikian. Tapi dalam menerjemahkan sebuah lagu Anda memiliki pekerjaan tambahan seperti Anda harus memikirkan melodi dan rima / sajak.

Tidak hanya masalah tata bahasa yang memerlukan ketrampilan bahasa dalam penyelesaiannya, dalam penerjemahan akan ada masalah lainnya, sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Sebagai contoh seorang penerjemah perlu mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan si pengarang dalam rangka mengerti cara berpikirnya, misalnya latar belakangnya, situasi politik di negara tempat dia hidup atau pernah hidup, kebudayaan, kehidupan sosial, dll. Oleh karena itu tidak benar jika Anda menerjemahkan sebuah teks dari sebuah terjemahan. Sebagai contoh di sini lagu ini berbahasa Jerman, mungkin terjemahan Bahasa Inggrisnya ada, dan Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Indonesia, maka haruslah Anda menerjemahkannya dari Bahasa Jerman, bukan dari terjemahan Bahasa Inggris.

Pada kesempatan ini saya ingin mengeksposisi lagu gereja Jerman yang berjudul “Ich Habe nun den Grund Gefunden”. Belakangan lagu ini sering terngiang-ngiang di telinga saya. :-) Saya hanya ingin menemukan perbedaan antara teks asli dan terjemahannya.

Ich habe nun den Grund gefunden,
der meinen Anker ewig hält;
wo anders als in Jesu Wunden?
Da lag er vor der Zeit der Welt,

der Grund, der unbeweglich steht,
wenn Erd und Himmel untergeht.


Saya mendapatkan teksnya dari buku lagu Gereja Negara Bagian Württemberg “Evangelisches Kirchengesangbuch” (Stuttgart: Verlag des Evangelischen Gesangbuchs, 1986). Lagu ini ada di nomor 269.

Di balik buku lagu gereja Negara Bagian Württemberg ini ada kisah yang sangat menyenangkan. Semoga saya bisa menulis tentang itu. Saya katakan ini lagi. :-)

Berikut adalah terjemahan yang dipublikasikan dalam buku lagu Kidung Jemaat (Jakarta: Yayasan Musik Gereja, 2002):


T’lah kutemukan dasar kuat,
tempat berpaut jangkarku.
Kekal, ya Bapa, Kau membuat
PutraMu Dasar yang teguh:

biarpun dunia lenyap,
pegangan hidupku tetap!


Penting untuk diperhatikan bahwa saya tidak tahu teks yang telah digunakan oleh si penerjemah sebagai teks sumber. Namun, informasi yang ada di Kidung Jemaat sama dengan informasi yang ada di Evangelisches Kirchengesangbuch: pencipta lagu adalah Johann Andreas Rothe dan komponisnya adalah Johann Balthasar König.

Dalam buku lagu Evangelisches Kirchengesangbuch ada informasi singkat tentang pencipta lagu dan komponis. Saya kutip lebih singkat lagi di sini.

Johann Andreas Rothe: lahir 1688 di Lissa dekat Görlitz, meninggal dunia 1758 sebagai pendeta* di Thommendorf dekat Bunzlau.

Johann Balthasar König: lahir 1691 di Waltershausen dekat Gotha. Meninggal dunia 1758.

*Catatan: ada perbedaan penggunaan istilah Pfarrer dan Pastor di Gereja-gereja Kristen Protestan dan Katolik di Jerman. Di Jerman Selatan Gereja Kristen Protestan menyebut Pfarrer dan Gereja Kristen Katolik menyebut Pastor kepada pendeta / pastor mereka. Di Jerman Utara sebaliknya. Gereja Kristen Protestan menyebut Pastor dan Gereja Katolik menyebut Pfarrer.

Ketika saya tinggal dengan keluarga Diedrich 1996 di Herzberg, Bpk Peter Diedrich heran karena saya selalu menyebut Pfarrer. Dokter hewan itu tahu bahwa saya Kristen Protestan, tetapi mengapa selalu menyebut “Pfarrer”. Oleh karena itu beliau bertanya lagi kepada saya, apakah saya Kristen Katolik. :-)

Saya hanya tahu sebuah istilah saja untuk pendeta, yaitu Pfarrer, sejak saya mengenal Pendeta (Pdt.) /Pfarrer Dr. Martin Schulz-Rauch, yang telah menolong saya dalam mencari bahan-bahan untuk skripsi saya sebelum kunjungan saya ke Jerman. Saat itu beliau adalah pendeta di Evangelische Gemeinde Deutscher Sprache (Jemaat Kristen Protestan Berbahasa Jerman) di Jakarta.

Saya tidak menyangka ada perbedaan penggunaan kedua istilah tersebut dan bahwa istilah “pastor” dipakai juga di Gereja Kristen Protestan, karena dalam Bahasa Indonesia istilah “pastor” digunakan di Gereja Katolik. Saya rasa, teman saya Pdt. Heiner Frank yang telah memberitahu saya tentang perbedaan penggunaan istilah ini. Beliau pada waktu itu adalah pendeta di Gereja St. Yohanes di Salzhausen di Niedersachsen (Jerman Utara), tempat saya juga pernah tinggal. Dalam kunjungan saya terakhir 2006 di Jerman Heiner menjadi Pfarrer (pendeta) di Istana Craheim. :-) Bukan Pastor (pendeta) lagi. ;-) Oleh karena itu saya sekarang bisa menyimpulkan, bahwa Pdt. / Pfarrer Schulz-Rauch kemungkinan berasal dari Jerman Selatan. :-)

Anda lihat, saya mendapat pelajaran bukan dari kampus, melainkan dari pengalaman saya di Jerman.

Oleh karena itu saya menerjemahkan kata “Pfarrer” menjadi pendeta, bukan pastor, untuk kata “Pfarrer” yang terdapat di bagian informasi tentang Johann Andreas Rothe. Sebab buku lagu itu berasal dari Stuttgart (Jerman Selatan), jadi saya dapat menyimpulkan bahwa Bpk Rothe kemungkinan berasal dari Gereja Kristen Protestan.

Hm, saya tidak bisa membayangkan bagaimana situasi rapat / persidangan di Gereja Kristen Protestan dan Katolik sehubungan dengan perbedaan penggunaan istilah ini, jika semua pesertanya adalah semua pendeta (Pfarrer dan Pastor) dan pastor (juga Pfarrer dan Pastor) dari seluruh Jerman. “Halo, Pastor Frank.” , “Bukan, saya Pfarrer Frank.” :-)


Exposisi:


Tentang Teks

Ich habe nun den Grund gefunden berarti “Sekarang saya sudah menemukan dasar itu”. Wah, saya menerjemahkan lagi. :-)
der meinen Anker ewig hält berarti “yang abadi menahan jangkar saya”.
wo anders als in Jesu Wunden? berarti “di mana lagi selain di dalam luka Yesus?”.
Da lag er vor der Zeit der Welt, berarti “dasar itu sudah di sana sebelum waktu dunia”.

der Grund, der unbeweglich steht, berarti “dasar yang berdiri tidak tergoyahkan”.
wenn Erd und Himmel untergeht. berarti “jika bumi dan langit runtuh.”.

Sekarang kita cek terjemahannya. Apakah kita akan mendapat makna / arti yang sama seperti dalam “teks sumber”?

Kalimat kedua “der meinen Anker ewig hält” tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Terjemahan memakai kata “kuat” sebagai gambaran untuk “der meinen Anker ewig hält” Hanya sebuah dasar yang kuat yang dapat menahan jangkarku dengan abadi. Oleh karena itu: “Tlah kutemukan dasar kuat” untuk terjemahan kalimat pertama “Ich habe nun den Grund gefunden”.

Kata “nun” dalam kalimat pertama “Ich habe nun den Grund gefunden” juga tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Saya rasa kata “nun” digunakan sebab sang pengarang ingin mengungkapkan bahwa ia baru menyadari bahwa ia telah menemukan dasar itu.

Kalimat “wo anders als in Jesu Wunden?” dan kalimat “Da lag er vor der Zeit der Welt” tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Terjemahan langsung menyebut Bapa, yang tidak disebut dalam teks sumber. Oleh karena dasar yang dimaksud terdapat dalam luka Yesus, terjemahan hanya menyebut “PutraMu”. Yesus adalah Putra Allah (Bapa). Kata “kekal” dalam terjemahan ingin menggambarkan “Da lag er vor der Zeit der Welt”. Oleh karena itu terjemahannya berbunyi “Kekal, ya, Bapa, Kau membuat PutraMu Dasar yang teguh”.

Kalimat “der Grund, der unbeweglich steht” tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Kata “Himmel” dalam kalimat “wenn Erd und Himmel untergeht” juga tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Terjemahan hanya dapat menyebut Welt (dunia) sebagai ganti Erd (bumi). Tapi ini menarik, karena kalimat ini secara gramatika salah. Subyek kalimat ini adalah “Erd und Himmel”, berarti dalam bentuk plural. Oleh karena itu konyugasi kata kerjanya seharusnya “untergehen”, bukan “untergeht”. Tetapi demi menjaga rima “steht”, maka konyugasi untuk “Erd und Himmel” harus “untergeht”.

Saya rasa terjemahan “pegangan hidupku tetap!” merupakan suatu penafsiran untuk dasar kuat yang terdapat dalam luka Yesus, yang berdiri tidak tergoyahkan jika bumi dan langit runtuh. Kalimat terakhir ini tidak ditemukan dalam teks sumber, sama seperti kata-kata kekal, Bapa dan PutraMu di kalimat ketiga dan keempat.

Oleh karena itu dapat dimengerti sekarang, bahwa tidak sepenuhnya tepat jika seseorang ingin menerjemahkan sebuah teks menggunakan hasil terjemahan sebagai teks sumber, bukan menggunakan teks dalam bahasa aslinya.


Tentang Melodi dan Rima

Lagu ini terdiri dari 9 bait, namun terjemahan hanya mengambil 5 bait.

Melodi dari kedua lagu, baik asli dan terjemahannya sama.

Terjemahan dapat mempunyai rima / sajak yang sama seperti “teks sumber”: a-b , a-b , a-a
“Teks sumber”: gefunden – hält , Wunden – Welt , steht – untergeht.
Terjemahan: kuat – ku , buat – guh , nyap – tap.
Saya kagum membacanya.

Demikianlah yang telah saya temukan dalam “teks sumber” dan terjemahan Bahasa Indonesia. Menarik. Namun, jika Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Tapanuli atau bahasa apapun, silakan menggunakan teks Bahasa Jerman sebagai teks sumber, jangan terjemahan Bahasa Indonesia. :-)

Sekarang, perkenankan saya menyanyikan lagu ini untuk Anda. :-) Mari menyanyi bersama. :-) Silakan klik tautan berikut ini:




Saudara telah membaca teks ke 53.

Silakan baca teks 54: Ralf, Di mana Kau?
Kembali ke teks 52: Hai, Saya di Sini

No comments: