Do you need to take German course privately? Frau Sihombing unterrichtet Deutsch.

Please contact Ms Juita Sihombing 0856 9120 7788 and she will be there for you. (Jakarta, Indonesia)

Monday, 26 February 2018

Masalah Terjemahan (3): Lagu “O Selig Haus” dari Kidung Jemaat No. 318




Selalu menarik menemukan teks asli dari suatu lagu terjemahan, sebab saya dapat membandingkannya kemudian. Tentu saja saya menghargai si penerjemah yang telah susah payah dalam mencapai hasil terjemahan terbaik. Jadi saya tidak ingin mengkritik atau menilai terjemahannya. Apalagi ini sebuah lagu. Sungguh tidak mudah menerjemahkan sebuah lagu. Dengan menerjemahkan Anda bertanggung-jawab menyampaikan pesan dari si pengarang kepada pembaca yang memiliki bahasa yang berbeda dari si pengarang. Terjemahan adalah jembatan yang menghubungkan seorang pengarang dengan pembaca yang demikian. Tapi dalam menerjemahkan sebuah lagu Anda memiliki pekerjaan tambahan seperti Anda harus memikirkan melodi dan rima / sajak.

Tidak hanya masalah tata bahasa yang memerlukan ketrampilan bahasa dalam penyelesaiannya, dalam penerjemahan akan ada masalah lainnya, sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Sebagai contoh seorang penerjemah perlu mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan si pengarang dalam rangka mengerti cara berpikirnya, misalnya latar belakangnya, situasi politik di negara tempat dia hidup atau pernah hidup, kebudayaan, kehidupan sosial, dll. Oleh karena itu tidak benar jika Anda menerjemahkan sebuah teks dari sebuah terjemahan. Sebagai contoh di sini lagu ini berbahasa Jerman, mungkin terjemahan Bahasa Inggrisnya ada, dan Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Indonesia, maka haruslah Anda menerjemahkannya dari Bahasa Jerman, bukan dari terjemahan Bahasa Inggris.

Pada kesempatan ini saya ingin mengeksposisi lagu gereja Jerman yang berjudul “O Selig Haus”. Belakangan lagu ini sering terngiang-ngiang di telinga saya. 😊 Saya hanya ingin menemukan perbedaan antara teks asli dan terjemahannya.


O selig Haus, wo man dich aufgenommen,
du wahrer Seelenfreund, Herr Jesus Christ;  
wo unter allen Gästen, die da kommen,
du der gefeiertste und liebste bist;
 
wo aller Herzen dir entgegenschlagen  
und aller Augen freudig auf dich sehn;
wo aller Lippen dein Gebot erfragen  
und alle deines Winks gewärtig stehn!


Saya mendapatkan teksnya dari buku lagu Gereja Negara Bagian WürttembergEvangelisches Kirchengesangbuch” (Stuttgart: Verlag des Evangelischen Gesangbuchs, 1986). Lagu ini ada di nomor 449.

Di balik buku lagu gereja Negara Bagian Württemberg ini ada kisah yang sangat menyenangkan. 😊




Berikut adalah terjemahan yang dipublikasikan dalam buku lagu Kidung Jemaat (Jakarta: Yayasan Musik Gereja, 2002):

Berbahagia tiap rumah tangga,
di mana Kaulah Tamu yang tetap:  
dan merasakan tiap sukacita 
tanpa Tuhannya tiadalah lengkap;

di mana hati girang menyambutMu  
dan memandangMu dengan berseri;
tiap anggota menanti sabdaMu  
dan taat akan Firman yang Kau bri.


Penting untuk diperhatikan bahwa saya tidak tahu teks yang telah digunakan oleh si penerjemah sebagai teks sumber. Di Kidung Jemaat tertera bahwa pencipta lagu adalah Karl Johan Philipp Spitta. Tidak ada nama komponis. Hanya disebut bahwa melodi merupakan melodi Jerman dari abad ke 18.

Dalam buku lagu Evangelisches Kirchengesangbuch tertera bahwa pencipta lagu adalah Philipp Spitta. Tentang komponis tertera demikian: Eigene Weise (ChB), Genf um 1543/ Friedrich Silcher 1844.

Melodi kedua versi lagu berbeda.

Dalam buku lagu Evangelisches Kirchengesangbuch ada informasi singkat tentang pencipta lagu dan komponis. Saya kutip lebih singkat lagi di sini.

Philipp Spitta: lahir 1801 di Hannover. Ia seorang pendeta* di berbagai Jemaat Hannover. Meninggal dunia 1859.

Friedrich Silcher: lahir 1789 di Schnait di Remstal (Württemberg). Meninggal dunia 1860.

*Catatan: ada perbedaan penggunaan istilah Pfarrer dan Pastor di Gereja-gereja Kristen Protestan dan Katolik di Jerman. Di Jerman Selatan Gereja Kristen Protestan menyebut Pfarrer dan Gereja Kristen Katolik menyebut Pastor kepada pendeta / pastor mereka. Di Jerman Utara sebaliknya. Gereja Kristen Protestan menyebut Pastor dan Gereja Katolik menyebut Pfarrer.

Ketika saya tinggal dengan keluarga Diedrich 1996 di Herzberg, Bpk Peter Diedrich heran karena saya selalu menyebut Pfarrer. Dokter hewan itu tahu bahwa saya Kristen Protestan, tetapi mengapa selalu menyebut “Pfarrer”. Oleh karena itu beliau bertanya lagi kepada saya, apakah saya Kristen Katolik. 😊

Saya hanya tahu sebuah istilah saja untuk pendeta, yaitu Pfarrer, sejak saya mengenal Pendeta (Pdt.) /Pfarrer Dr. Martin Schulz-Rauch, yang telah menolong saya dalam mencari bahan-bahan untuk skripsi saya sebelum kunjungan saya ke Jerman. Saat itu beliau adalah pendeta di Evangelische Gemeinde Deutscher Sprache (Jemaat Kristen Protestan Berbahasa Jerman) di Jakarta.

Saya tidak menyangka ada perbedaan penggunaan kedua istilah tersebut dan bahwa istilah “pastor” dipakai juga di Gereja Kristen Protestan, karena dalam Bahasa Indonesia istilah “pastor” digunakan di Gereja Katolik. Saya rasa, teman saya Pdt. Heiner Frank yang telah memberitahu saya tentang perbedaan penggunaan istilah ini. Beliau pada waktu itu adalah pendeta di Gereja St. Yohanes di Salzhausen di Niedersachsen (Jerman Utara), tempat saya juga pernah tinggal. Dalam kunjungan saya terakhir 2006 di Jerman Heiner menjadi Pfarrer (pendeta) di Istana Craheim. 😊 Bukan Pastor (pendeta) lagi. 😉 Oleh karena itu saya sekarang bisa menyimpulkan, bahwa Pdt. / Pfarrer Schulz-Rauch kemungkinan berasal dari Jerman Selatan. 😊

Anda lihat, saya mendapat pelajaran bukan dari kampus, melainkan dari pengalaman saya di Jerman.

Oleh karena itu saya menerjemahkan kata “Pfarrer” menjadi pendeta, bukan pastor, untuk kata “Pfarrer” yang terdapat di bagian informasi tentang Philipp Spitta. Sebab buku lagu itu berasal dari Stuttgart (Jerman Selatan), jadi saya dapat menyimpulkan bahwa Bpk Spitta kemungkinan berasal dari Gereja Kristen Protestan. Selain itu di buku juga tertera, bahwa Bpk Spitta seorang proklamator kehidupan beriman aliran Lutheran yang baru bangkit.

Hm, saya tidak bisa membayangkan bagaimana situasi rapat / persidangan di Gereja Kristen Protestan dan Katolik sehubungan dengan perbedaan penggunaan istilah ini, jika semua pesertanya adalah semua pendeta (Pfarrer dan Pastor) dan pastor (juga Pfarrer dan Pastor) dari seluruh Jerman. “Halo, Pastor Frank.” , “Bukan, saya Pfarrer Frank.” 😉


Exposisi:


Tentang Teks


O selig Haus, wo man dich aufgenommen, berarti “Oh, rumah yang berbahagia, tempat Engkau disambut”. Wah, saya menerjemahkan. 😊

du wahrer Seelenfreund, Herr Jesus Christ; berarti “Engkau, sahabat sejati, Tuhan Yesus Kristus”;
wo unter allen Gästen, die da kommen, berarti “tempat diantara semua tamu yang datang ke sana
du der gefeiertste und liebste bist; berarti “Engkaulah yang paling meriah dirayakan dan paling baik

wo aller Herzen dir entgegenschlagen , berarti “tempat hati semua (orang) yang berdetak ke arahMu
und aller Augen freudig auf dich sehn; berarti “tempat mata semua (orang) yang memandangMu dengan sukacita

wo aller Lippen dein Gebot erfragen , berarti “tempat bibir semua (orang) menanyakan FirmanMu
und alle deines Winks gewärtig stehn! , berarti “semua siap menerima isyarat dariMu!

Sekarang kita cek terjemahannya. Apakah kita akan mendapat makna / arti yang sama seperti dalam “teks sumber”?

Berbahagia tiap rumah tangga,
di mana Kaulah Tamu yang tetap:
dan merasakan tiap sukacita 
tanpa Tuhannya tiadalah lengkap;

di mana hati girang menyambutMu
dan memandangMu dengan berseri;
tiap anggota menanti sabdaMu
dan taat akan Firman yang Kau bri.

Kelompok kata “O selig Haus” harusnya berbunyi “O seliges Haus”. Penghapusan akhiran –es karena alasan sajak.

Anak kalimat “wo man dich aufgenommen” seharusnya berbunyi “wo man dich aufgenommen hat”. Penghapusan kata kerja bantu karena alasan sajak.

Di sini sudah terlihat masalah tata bahasa, bahwa kalimat tidak dapat tertampung sempurna oleh karena jenis karya ini adalah lirik, yang berarti sajak bermain di dalamnya. Tentu masalah yang sama terjadi juga dalam terjemahan.

Baris pertama “O seliges Haus, wo man dich aufgenommen hat” tidak dapat tertampung dalam terjemahan, oleh karena itu hanya diterjemahkan menjadi “Berbahagia tiap rumah tangga”.

Baris kedua (sebuah klausa relatif) “du wahrer Seelenfreund, Herr Jesu Christ” sebagai penjelasan untuk “dich” dalam kalimat sebelumnya juga tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Klausa relatif ini menunjukkan pengakuan bahwa Tuhan Yesus Kristus merupakan sahabat sejati. Pengakuan ini tidak muncul dalam terjemahan.

Terjemahan baris kedua menjadi “di mana Kaulah Tamu yang tetap”. Saya duga terjemahan ini merupakan interpretasi dari anak kalimat “wo unter allen Gästen, die da kommen, du der gefeiertste und liebste bist”. Barangkali alasannya karena Yesus Kristus merupakan tamu tetap, itulah sebabnya Ia yang paling meriah dirayakan dan paling baik.

Baris ketiga dan keempat (anak kalimat) “wo unter allen Gästen, die da kommen, du der gefeiertste und liebste bist” tidak dapat tertampung dalam terjemahan. Terjemahan “dan merasakan tiap sukacita tanpa Tuhannya tiadalah lengkap” menurut saya juga kembali merupakan sebuah interpretasi. Oleh karena Yesus Kristus yang terbaik, maka tiap rumah tangga merasakan tiap sukacita tidak lengkap tanpa Tuhannya.

Penggunaan adjektif “all” dalam “aller Herzen”, “aller Augen”, “aller Lippen” telah membingungkan. Deklinasi adjektifnya seharusnya berbunyi “alle”, jadi: alle Herzen, alle Augen dan alle Lippen. Subyek kalimatnya adalah Herzen, Augen dan Lippen.

Lalu saya menanyakan hal tsb kepada mantan calon profesor saya, Prof. Heß-Lüttich. (seharusnya saya melanjutkan S2 di Universitas Bern, seandainya dulu berhasil dengan beasiswa dari Swiss. 😠) Betapa terkejutnya saya ketika mengetahui, bahwa “all” bukan merupakan deklinasi adjektif untuk nominatif, melainkan merupakan genitif di posisi awal (yang dimaksudkan adalah: die Herzen/Augen/Lippen aller [Menschen]).

Hal ini benar-benar merupakan sesuatu yang baru untuk saya. Saya tidak yakin, bahwa saya telah mempelajari “genitif di posisi awal” di SMA, bahkan sewaktu kuliah di UI. Mungkin ini merupakan tata bahasa dari abad ke 19 seperti yang telah dijelaskan pak profesor:

Juita yang baik

Dalam sesingkatnya dari seluruh waktu yang ada, di bawah jawaban saya atas pertanyaan Anda akan tata bahasa dalam lagu karya C. J. Philipp Spitta (1833): ada masalah rangkap yaitu jarak waktu bahasa (awal abad 19) dan jenis karyanya: lirik, yang berarti sajak bermain di dalamnya.

Baris kelima (sebuah anak kalimat) “wo aller Herzen dir entgegenschlagen” tidak dapat tertampung dalam terjemahan, oleh karena itu hanya diterjemahkan menjadi “di mana hati girang menyambutMu”.

Baris keenam (sebuah anak kalimat) “und aller Augen freudig auf dich sehn” ditafsirkan: “freudig” menjadi “berseri”, “aller Augen” menjadi “memandang”. Oleh karena itu terjemahannya menjadi: “dan memandangMu dengan berseri”.

Baris ketujuh (sebuah anak kalimat) “wo aller Lippen dein Gebot erfragen” ditafsirkan: “aller Lippen” menjadi “tiap anggota”, “erfragen” menjadi “menanti”. Oleh karena itu terjemahannya menjadi: “tiap anggota menanti sabdaMu”. Kata kerja “erfragen” menunjukkan kegiatan yang aktif dibandingkan dengan kata kerja “warten”. “warten” berarti “orang hanya menunggu”.

Dalam anak kalimat “und alle deines Winks gewärtig stehn!” saya melihat bahwa “gewärtig” dikenakan kasus genitif. Saya bertanya-tanya sendiri termasuk preposisi atau tidaknya kata “gewärtig” ini. Sebelumnya saya belum pernah mendengar preposisi ini. Bapak Prof. Heß-Lüttich membenarkan hal ini.

Benar, "gewärtig" termasuk preposisi yang di dalam Bahasa Jerman ‘mengambil’ genitif (yang menuntut genitif); contoh lain dapat diklik di sini.

Baris kedelapan (sebuah anak kalimat) “und alle deines Winks gewärtig stehn!” ditafsirkan: “alle” menjadi “tiap anggota”. Tetapi kelompok kata ini tidak dapat ditulis kembali. Harus dimengerti, bahwa anak kalimat ini mengikuti anak kalimat sebelumnya dan mempunyai subyek yang sama. “deines Winks gewärtig stehn” menjadi “taat akan Firman”. Oleh karena itu terjemahannya berbunyi: “dan (tiap anggota) taat akan Firman yang Kau bri.”

Oleh karena itu dapat dimengerti sekarang, bahwa tidak sepenuhnya tepat jika seseorang ingin menerjemahkan sebuah teks menggunakan hasil terjemahan sebagai teks sumber, bukan menggunakan teks dalam bahasa aslinya.


Tentang Melodi dan Rima

Lagu ini terdiri atas 5 bait dalam Bahasa Jerman. Dalam Bahasa Indonesia hanya ada 2 bait.

Melodinya sangat berbeda. Saya lebih suka melodi versi Bahasa Indonesia daripada versi Bahasa Jerman. Melodi versi Bahasa Indonesia ada di tangga nada C, sedangkan melodi versi Bahasa Jerman ada di tangga nada D.

Oleh karena dalam keterangan tentang Friedrich Silcher tertera W 449* dapat saya simpulkan, bahwa baik melodi lagu ini ciptaan komponis tsb atau diedit oleh komponis tsb dari contoh melodi yang sudah ada terlebih dahulu. Jadi, itu mungkin melodi yang pernah terkenal di Jenewa sekitar tahun 1543, lalu tahun 1844 Silcher mengeditnya. Selain itu tertera juga ChB yang berarti melodi ini ada di Choralbuch.

Terjemahan dapat mempunyai rima / sajak yang sama seperti “teks sumber”: a-b , a-b , c-d , c-d
“Teks sumber”: -men – Christ , -men – bist , -gen – sehn , -gen – stehn
Terjemahan: -ga – -tap , -ta – -kap , Mu – -ri , Mu – bri
Saya kagum membacanya.

Demikianlah yang telah saya temukan dalam “teks sumber” dan terjemahan Bahasa Indonesia. Menarik. Namun, jika Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Tapanuli atau bahasa apapun, silakan menggunakan teks Bahasa Jerman sebagai teks sumber, jangan terjemahan Bahasa Indonesia. 😊

Sekarang, perkenankan saya menyanyikan lagu ini untuk Anda. 😊 Versi Bahasa Indonesia dengan melodinya sendiri dan versi Bahasa Jerman juga dengan melodi Indonesia. Mari menyanyi bersama. 😊 Melodi versi Bahasa Jerman sulit. Mungkin nanti saya coba latihan. 😊


Versi Bahasa Jerman dengan melodi versi Bahasa Indonesia




Saudara telah membaca teks ke 57.
Silakan baca teks 58: Saya Bangga Padamu

No comments: