Selalu menarik menemukan teks asli dari suatu lagu terjemahan, sebab
saya dapat membandingkannya kemudian. Tentu saja saya menghargai si penerjemah
yang telah susah payah dalam mencapai hasil terjemahan terbaik. Jadi saya tidak
ingin mengkritik atau menilai terjemahannya. Apalagi ini sebuah lagu. Sungguh
tidak mudah menerjemahkan sebuah lagu. Dengan menerjemahkan Anda
bertanggung-jawab menyampaikan pesan dari si pengarang kepada pembaca yang
memiliki bahasa yang berbeda dari si pengarang. Terjemahan adalah jembatan yang
menghubungkan seorang pengarang dengan pembaca yang demikian. Tapi dalam
menerjemahkan sebuah lagu Anda memiliki pekerjaan tambahan seperti Anda harus
memikirkan melodi dan rima / sajak.
Tidak hanya masalah tata bahasa yang memerlukan ketrampilan bahasa
dalam penyelesaiannya, dalam penerjemahan akan ada masalah lainnya, sebab ada
beberapa faktor yang mempengaruhi. Sebagai contoh seorang penerjemah perlu
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan si pengarang dalam rangka mengerti
cara berpikirnya, misalnya latar belakangnya, situasi politik di negara tempat
dia hidup atau pernah hidup, kebudayaan, kehidupan sosial, dll. Oleh karena itu
tidak benar jika Anda menerjemahkan sebuah teks dari sebuah terjemahan. Sebagai
contoh di sini lagu ini berbahasa Jerman, mungkin terjemahan Bahasa Inggrisnya
ada, dan Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Indonesia, maka
haruslah Anda menerjemahkannya dari Bahasa Jerman, bukan dari terjemahan Bahasa
Inggris.
Pada kesempatan ini saya ingin mengeksposisi lagu gereja Jerman yang
berjudul “O
Selig Haus”. Belakangan lagu ini sering terngiang-ngiang di telinga
saya. 😊 Saya hanya ingin menemukan perbedaan antara teks asli dan terjemahannya.
du wahrer
Seelenfreund, Herr Jesus Christ;
wo unter
allen Gästen, die da kommen,
du der
gefeiertste und liebste bist;
wo aller
Herzen dir entgegenschlagen
und aller
Augen freudig auf dich sehn;
wo aller
Lippen dein Gebot erfragen
und
alle deines Winks gewärtig stehn!
Saya mendapatkan teksnya dari buku lagu Gereja Negara Bagian Württemberg “Evangelisches
Kirchengesangbuch” (Stuttgart: Verlag des Evangelischen Gesangbuchs, 1986).
Lagu ini ada di nomor 449.
Berikut adalah terjemahan yang dipublikasikan
dalam buku lagu Kidung Jemaat (Jakarta: Yayasan Musik Gereja, 2002):
di
mana Kaulah Tamu yang tetap:
dan
merasakan tiap sukacita
tanpa
Tuhannya tiadalah lengkap;
di
mana hati girang menyambutMu
dan
memandangMu dengan berseri;
tiap
anggota menanti sabdaMu
dan
taat akan Firman yang Kau bri.
Penting untuk diperhatikan bahwa saya tidak tahu teks yang telah
digunakan oleh si penerjemah sebagai teks sumber. Di Kidung Jemaat tertera
bahwa pencipta lagu adalah Karl Johan Philipp Spitta. Tidak ada nama
komponis. Hanya disebut bahwa melodi merupakan melodi Jerman dari abad ke 18.
Dalam buku lagu Evangelisches Kirchengesangbuch tertera bahwa pencipta
lagu adalah Philipp
Spitta. Tentang komponis tertera demikian: Eigene Weise (ChB), Genf um 1543/
Friedrich Silcher 1844.
Melodi
kedua versi lagu berbeda.
Dalam buku lagu Evangelisches Kirchengesangbuch ada informasi singkat
tentang pencipta lagu dan komponis. Saya kutip lebih singkat lagi di sini.
Philipp
Spitta: lahir 1801 di Hannover. Ia seorang pendeta* di berbagai Jemaat
Hannover. Meninggal dunia 1859.
Friedrich
Silcher: lahir 1789 di Schnait di Remstal (Württemberg).
Meninggal dunia 1860.
*Catatan: ada perbedaan penggunaan istilah Pfarrer dan Pastor di
Gereja-gereja Kristen Protestan dan Katolik di Jerman. Di Jerman Selatan Gereja
Kristen Protestan menyebut Pfarrer dan Gereja Kristen Katolik menyebut Pastor
kepada pendeta / pastor mereka. Di Jerman Utara sebaliknya. Gereja Kristen
Protestan menyebut Pastor dan Gereja Katolik menyebut Pfarrer.
Ketika saya tinggal dengan keluarga Diedrich 1996 di Herzberg, Bpk
Peter Diedrich heran karena saya selalu menyebut Pfarrer. Dokter hewan itu tahu
bahwa saya Kristen Protestan, tetapi mengapa selalu menyebut “Pfarrer”. Oleh
karena itu beliau bertanya lagi kepada saya, apakah saya Kristen Katolik. 😊
Saya hanya tahu sebuah istilah saja untuk pendeta, yaitu Pfarrer,
sejak saya mengenal Pendeta (Pdt.) /Pfarrer Dr. Martin Schulz-Rauch, yang telah
menolong saya dalam mencari bahan-bahan untuk skripsi saya sebelum kunjungan
saya ke Jerman. Saat itu beliau adalah pendeta di Evangelische Gemeinde
Deutscher Sprache (Jemaat Kristen Protestan Berbahasa Jerman) di Jakarta.
Saya tidak menyangka ada perbedaan penggunaan kedua istilah tersebut
dan bahwa istilah “pastor” dipakai juga di Gereja Kristen Protestan, karena
dalam Bahasa Indonesia istilah “pastor” digunakan di Gereja Katolik. Saya rasa,
teman saya Pdt. Heiner Frank yang telah memberitahu saya tentang perbedaan
penggunaan istilah ini. Beliau pada waktu itu adalah pendeta di Gereja St.
Yohanes di Salzhausen di Niedersachsen (Jerman Utara), tempat saya juga pernah
tinggal. Dalam kunjungan saya terakhir 2006 di Jerman Heiner menjadi Pfarrer
(pendeta) di Istana Craheim. 😊 Bukan Pastor (pendeta) lagi. 😉 Oleh karena
itu saya sekarang bisa menyimpulkan, bahwa Pdt. / Pfarrer Schulz-Rauch
kemungkinan berasal dari Jerman Selatan. 😊
Anda lihat, saya mendapat pelajaran bukan dari kampus, melainkan dari
pengalaman saya di Jerman.
Oleh karena itu saya menerjemahkan kata “Pfarrer” menjadi pendeta,
bukan pastor, untuk kata “Pfarrer” yang terdapat di bagian informasi tentang Philipp
Spitta. Sebab buku lagu itu berasal dari Stuttgart (Jerman Selatan),
jadi saya dapat menyimpulkan bahwa Bpk Spitta kemungkinan berasal dari Gereja
Kristen Protestan. Selain itu di buku juga tertera, bahwa Bpk Spitta seorang
proklamator kehidupan beriman aliran Lutheran yang baru bangkit.
Hm, saya tidak bisa membayangkan bagaimana situasi rapat / persidangan
di Gereja Kristen Protestan dan Katolik sehubungan dengan perbedaan penggunaan istilah
ini, jika semua pesertanya adalah semua pendeta (Pfarrer dan Pastor) dan pastor
(juga Pfarrer dan Pastor) dari seluruh Jerman. “Halo, Pastor Frank.” , “Bukan,
saya Pfarrer Frank.” 😉
Exposisi:
Tentang Teks
O
selig Haus, wo man dich aufgenommen, berarti “Oh, rumah yang berbahagia,
tempat Engkau disambut”. Wah, saya menerjemahkan. 😊
du wahrer
Seelenfreund, Herr Jesus Christ; berarti “Engkau, sahabat sejati, Tuhan Yesus
Kristus”;
wo unter
allen Gästen, die da kommen, berarti “tempat diantara semua tamu yang datang ke
sana”
du der
gefeiertste und liebste bist; berarti “Engkaulah yang paling meriah dirayakan
dan paling baik”
wo aller
Herzen dir entgegenschlagen , berarti “tempat hati semua (orang) yang berdetak
ke arahMu”
und aller
Augen freudig auf dich sehn; berarti “tempat mata semua (orang) yang
memandangMu dengan sukacita”
wo aller
Lippen dein Gebot erfragen , berarti “tempat bibir semua (orang) menanyakan
FirmanMu”
und
alle deines Winks gewärtig stehn! , berarti “semua siap menerima isyarat
dariMu!”
Sekarang kita cek terjemahannya. Apakah kita akan mendapat makna /
arti yang sama seperti dalam “teks sumber”?
Berbahagia
tiap rumah tangga,
di mana Kaulah Tamu yang tetap:
dan merasakan tiap sukacita
tanpa Tuhannya tiadalah lengkap;
di mana Kaulah Tamu yang tetap:
dan merasakan tiap sukacita
tanpa Tuhannya tiadalah lengkap;
di mana hati girang menyambutMu
dan memandangMu dengan berseri;
tiap anggota menanti sabdaMu
dan taat akan Firman yang Kau bri.
Kelompok kata “O selig Haus” harusnya berbunyi “O seliges
Haus”. Penghapusan akhiran –es karena alasan sajak.
Anak
kalimat “wo man dich aufgenommen” seharusnya berbunyi “wo man dich aufgenommen hat”. Penghapusan kata kerja bantu karena
alasan sajak.
Di
sini sudah terlihat masalah tata bahasa, bahwa kalimat tidak dapat
tertampung sempurna oleh karena jenis karya ini adalah lirik, yang berarti
sajak bermain di dalamnya. Tentu masalah yang sama terjadi juga dalam
terjemahan.
Baris
pertama “O seliges Haus, wo man dich aufgenommen hat” tidak dapat
tertampung dalam terjemahan, oleh karena itu hanya diterjemahkan menjadi “Berbahagia
tiap rumah tangga”.
Baris
kedua (sebuah klausa relatif) “du wahrer Seelenfreund, Herr Jesu Christ”
sebagai penjelasan untuk “dich” dalam kalimat sebelumnya juga tidak dapat
tertampung dalam terjemahan. Klausa relatif ini menunjukkan pengakuan bahwa
Tuhan Yesus Kristus merupakan sahabat sejati. Pengakuan ini tidak muncul dalam
terjemahan.
Terjemahan
baris kedua menjadi “di mana Kaulah Tamu yang tetap”. Saya duga terjemahan ini
merupakan interpretasi dari anak kalimat “wo unter allen Gästen, die da kommen,
du der gefeiertste und liebste bist”. Barangkali alasannya karena Yesus Kristus
merupakan tamu tetap, itulah sebabnya Ia yang paling meriah dirayakan dan paling
baik.
Baris
ketiga dan keempat (anak kalimat) “wo unter allen Gästen, die da kommen, du der
gefeiertste und liebste bist” tidak dapat tertampung dalam terjemahan.
Terjemahan “dan merasakan tiap sukacita tanpa Tuhannya tiadalah lengkap”
menurut saya juga kembali merupakan sebuah interpretasi. Oleh karena Yesus
Kristus yang terbaik, maka tiap rumah tangga merasakan tiap sukacita tidak
lengkap tanpa Tuhannya.
Penggunaan
adjektif “all” dalam “aller Herzen”,
“aller Augen”, “aller Lippen” telah membingungkan. Deklinasi adjektifnya
seharusnya berbunyi “alle”, jadi: alle Herzen, alle Augen dan alle Lippen.
Subyek kalimatnya adalah Herzen, Augen dan Lippen.
Lalu
saya menanyakan hal tsb kepada mantan calon profesor saya, Prof. Heß-Lüttich. (seharusnya saya
melanjutkan S2 di Universitas Bern, seandainya dulu berhasil dengan beasiswa dari Swiss. 😠) Betapa terkejutnya saya ketika mengetahui, bahwa “all”
bukan merupakan deklinasi adjektif untuk nominatif, melainkan merupakan genitif
di posisi awal (yang dimaksudkan adalah: die Herzen/Augen/Lippen aller
[Menschen]).
Hal
ini benar-benar merupakan sesuatu yang baru untuk saya. Saya tidak yakin, bahwa
saya telah mempelajari “genitif di posisi awal” di SMA, bahkan sewaktu kuliah
di UI. Mungkin ini merupakan tata bahasa dari abad ke 19 seperti yang telah
dijelaskan pak profesor:
Juita yang baikDalam sesingkatnya dari seluruh waktu yang ada, di bawah jawaban saya atas pertanyaan Anda akan tata bahasa dalam lagu karya C. J. Philipp Spitta (1833): ada masalah rangkap yaitu jarak waktu bahasa (awal abad 19) dan jenis karyanya: lirik, yang berarti sajak bermain di dalamnya.
Baris
kelima (sebuah anak kalimat) “wo aller Herzen dir entgegenschlagen” tidak dapat
tertampung dalam terjemahan, oleh karena itu hanya diterjemahkan menjadi “di
mana hati girang menyambutMu”.
Baris
keenam (sebuah anak kalimat) “und aller Augen freudig auf dich sehn” ditafsirkan:
“freudig” menjadi “berseri”, “aller Augen” menjadi “memandang”. Oleh karena itu
terjemahannya menjadi: “dan memandangMu dengan berseri”.
Baris
ketujuh (sebuah anak kalimat) “wo aller Lippen dein Gebot erfragen” ditafsirkan:
“aller Lippen” menjadi “tiap anggota”, “erfragen” menjadi “menanti”. Oleh karena
itu terjemahannya menjadi: “tiap anggota menanti sabdaMu”. Kata kerja “erfragen”
menunjukkan kegiatan yang aktif dibandingkan dengan kata kerja “warten”.
“warten” berarti “orang hanya menunggu”.
Dalam
anak kalimat “und alle deines Winks gewärtig stehn!” saya melihat bahwa “gewärtig” dikenakan kasus genitif. Saya
bertanya-tanya sendiri termasuk preposisi atau tidaknya kata “gewärtig” ini.
Sebelumnya saya belum pernah mendengar preposisi ini. Bapak Prof. Heß-Lüttich membenarkan
hal ini.
Benar, "gewärtig" termasuk preposisi yang di dalam Bahasa Jerman ‘mengambil’ genitif (yang menuntut genitif); contoh lain dapat diklik di sini.
Baris
kedelapan (sebuah anak kalimat) “und alle deines Winks gewärtig stehn!” ditafsirkan:
“alle” menjadi “tiap anggota”. Tetapi kelompok kata ini tidak dapat ditulis
kembali. Harus dimengerti, bahwa anak kalimat ini mengikuti anak kalimat
sebelumnya dan mempunyai subyek yang sama. “deines Winks gewärtig stehn” menjadi
“taat akan Firman”. Oleh karena itu terjemahannya berbunyi: “dan (tiap anggota)
taat akan Firman yang Kau bri.”
Oleh karena itu dapat dimengerti sekarang, bahwa tidak sepenuhnya
tepat jika seseorang ingin menerjemahkan sebuah teks menggunakan hasil
terjemahan sebagai teks sumber, bukan menggunakan teks dalam bahasa aslinya.
Tentang Melodi dan Rima
Lagu ini terdiri atas 5 bait dalam Bahasa Jerman. Dalam Bahasa
Indonesia hanya ada 2 bait.
Melodinya
sangat berbeda. Saya lebih suka melodi versi Bahasa Indonesia daripada versi
Bahasa Jerman. Melodi versi Bahasa Indonesia ada di tangga nada C, sedangkan melodi
versi Bahasa Jerman ada di tangga nada D.
Oleh
karena dalam keterangan tentang Friedrich Silcher tertera W 449* dapat saya
simpulkan, bahwa baik melodi lagu ini ciptaan komponis tsb atau diedit oleh
komponis tsb dari contoh melodi yang sudah ada terlebih dahulu. Jadi, itu mungkin
melodi yang pernah terkenal di Jenewa sekitar tahun 1543, lalu tahun 1844
Silcher mengeditnya. Selain itu tertera juga ChB yang berarti melodi ini ada di
Choralbuch.
Terjemahan dapat mempunyai rima / sajak yang sama seperti “teks
sumber”: a-b , a-b , c-d , c-d
“Teks sumber”: -men – Christ , -men – bist , -gen – sehn , -gen – stehn
Terjemahan: -ga – -tap , -ta – -kap , Mu – -ri , Mu – bri
Saya kagum membacanya.
Demikianlah yang telah saya temukan dalam “teks sumber” dan terjemahan
Bahasa Indonesia. Menarik. Namun, jika Anda ingin menerjemahkan lagu ini ke
dalam Bahasa Tapanuli atau bahasa apapun, silakan menggunakan teks Bahasa
Jerman sebagai teks sumber, jangan terjemahan Bahasa Indonesia. 😊
Sekarang, perkenankan saya menyanyikan lagu ini untuk Anda. 😊 Versi
Bahasa Indonesia dengan melodinya sendiri dan versi Bahasa Jerman juga dengan
melodi Indonesia. Mari menyanyi bersama. 😊 Melodi versi Bahasa Jerman sulit.
Mungkin nanti saya coba latihan. 😊
Versi Bahasa Jerman dengan melodi versi Bahasa Indonesia
Saudara telah
membaca teks ke 57.
Silakan baca teks 58: Saya Bangga Padamu
Silakan baca teks 58: Saya Bangga Padamu
Kembali ke
teks 56: Pada Suatu Acara Musik Malam di Balai Pertemuan Gereja “Stiftskirche”Stuttgart
No comments:
Post a Comment